Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (PWMOI), Indonesian Journalist Watch (IJW) dan Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) mengapresiasi sikap tegas Dewan Pers yang melarang eks Ketua Umum PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), Hendry Ch. Bangun beserta jajarannya berkantor di Gedung Dewan Pers.
“Sikap tegas ini sejak lama kami himbau kepada Dewan Pers (DP) agar menyikapi kisruh di tubuh PWI Pusat yang berkepanjangan. Karena sikap tidak sportif 6 Hendry Ch. Bangun telah mencoreng citra dan wibawa organisasi PWI dan Jurnalis ,” tegas HM. Jusuf Rizal, SH, Ketum PWMOI dan IJW itu kepada media, Senin (01/10).
Lebih jauh pria berdarah Madura-Batak itu menyebutkan dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Dewan Pers Nomor: 1103/DP/K/IX/2024, yang secara resmi melarang Hendry Ch. Bangun, mantan Ketua Umum PWI Pusat, beserta jajarannya untuk menggunakan kantor PWI yang berada di Gedung Dewan Pers mulai 1 Oktober 2024 diharapkan akan dapat menyelesaikan konflik di tubuh PWI Pusat.
Sebagaimana diketahui publik, kasus Hendry Ch. Bangun ini bergulir saat Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Sasongko Tedjo melansir ke publik atas dugaan penyalahgunaan bantuan dana Forum Humas BUMN Untuk Pelaksanaan UKW (Uji Kompetensi Wartawan) senilai Rp.1,7 miliar dari total Rp.6 miliar.
Saat itu, tidak satu pun wartawan media mainstream yang berani memuat berita. Takut kartu PWI dicabut Hendry Ch. Bangun. Adalah HM. Jusuf Rizal yang juga Presiden LSM LIRA membangkar kasus tersebut melalui media Anggota PWMOI dan MOI, sehingga viral dan memberi stimulus bagi Anggota PWI Pusat dan Daerah mengkonsolidasikan diri.
Hendry Ch. Bangun yang terus ngotot merasa tidak bersalah melawan Dewan Kehormatan PWI Pusat. LSM LIRA turut melaporkan kasus dugaan penggelapan Dana yang dikuasainya tanpa hak tersebut ke Bareskrim Mabes Polri. Dewan Kehormatan kemudian memecat Hendry Ch. Bangun sebagai Ketum PWI Pusat. Anggota PWI-Anya dicabut PWI DKI Jakarta hingga kemudian dilaksanakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang menghasilkan Ketua Umum PWI Pusat, Periode 2023-2028, Zulmasyah Sekedang.
Komentar