Sriwahyuni Rumbarar: Penolakan Pemindahan Koleksi Arkeologi Papua adalah Kewajiban Moral dan Budaya

Sriwahyuni Rumbarar, S.Ked, seorang aktivis perempuan Papua yang juga menjabat sebagai Sekretaris Perempuan LSM LIRA Papua, menyampaikan tanggapan kritis terkait rencana Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk memindahkan koleksi arkeologi Papua ke Cibinong. Rabu (10/07).

Dalam pandangannya, tindakan ini tidak hanya melukai hati masyarakat Papua, tetapi juga berpotensi menghilangkan jejak budaya yang sangat berharga.

“Sebagai putri Papua dan juga seorang aktivis, saya sangat menolak rencana pemindahan koleksi arkeologi Papua oleh BRIN. Langkah ini bukan hanya sekedar pemindahan fisik artefak, tetapi juga mengancam identitas budaya kami yang telah diwariskan dari generasi ke generasi,” ujar Sriwahyuni.

Sriwahyuni mendukung pernyataan Enrico Yory Kondologit dan menambahkan, “Biarlah benda-benda arkeologi tetap berada di tempat asalnya. Anak-anak Papua, khususnya pelajar, perlu memiliki kesempatan untuk melakukan kunjungan ke museum-museum lokal. Mereka harus tahu budaya mereka, asal usul benda-benda itu, dan memahami sejarah mereka sendiri.”

Menurut Sriwahyuni, upaya untuk memusatkan koleksi di Cibinong dengan alasan efisiensi perawatan dan riset tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat Papua.

“BRIN adalah wadah untuk kepentingan peneliti yang mengejar gelar S2 dan Profesor. Tapi kita di sini dapat apa? Kalau mereka ingin belajar, datang dan belajar di sini. Suruh BRIN buka museum di Papua, jangan bawa artefak keluar. Masa kita yang punya budaya harus ke Cibinong untuk belajar? Itu tidak masuk akal,” tegasnya.

Sriwahyuni juga menyoroti bahwa pemindahan koleksi ini dapat dilihat sebagai bentuk neo-kolonialisme.