Amirul Khalish Manik: Money Politic, Antara Harkat dan Hasrat

TERBAIKNEWS.com | Dahulu kala, materi kekayaan adalah hal absolut untuk mencapai kebahagiaan. Jauh sebelum peradaban modern, Orang yunani kuno percaya bahwa ketika seseorang mati, ia siap memasuki hades menuju “dunia lain”, mereka hanya perlu meminta Charon, Si tukang kapal untuk mengangkut mereka menyeberangi sungai styx dengan membayar koin yunani senilai 1/6 drachma. Demikian pula dalam mitologi mesir kuno, Sang Raja Horus mengatur kehidupan alam baka dimana orang mati harus membayar dengan kekayaan untuk masuk ke akhirat.

Hakekatnya, manusia selalu mendambakan kesenangan. Meski sejatinya sering melampaui kanal-kanal batas karena subjektivitas, kesenangan juga sangat bergantung bagaimana peradaban mengkonstruksi. Sigmud Freud, sang ilmuwan psikologi modern kebangsaan austria menuturkan bahwa prinsip dasar kepribadian manusia cenderung selalu mencari kenikmatan. Keinginan untuk memperkaya diri dengan gelimang materi adalah bagian dari pemenuhan hasrat kepuasan.

Dalam spektrum keyakinan agama, kaya adalah bagian dari ikhtiar menjalankan perintah sang pencipta. Islam misalnya, menjadi kaya dijelaskan dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 261-263. Demikian pula dalam Al-kitab, perintah untuk menjadi orang berduit juga dijelaskan secara gamblang dalam matius 6:19-21. Faktanya, dimasa risalah kenabian, Kekayaan digunakan untuk memperluas kekuasaan dan pengaruh syiar agama. Pertautan kekuasaan dan kekayaan menjadi sikron dalam menancapkan pengaruh hegemoni kala itu. Salah satu yang paling masyur dalam pertautan itu adalah nabi Sulaiman/King Salomon. Dengan menggunakan kekayaan yang melimpah, serta kekuasaan yang begitu kuat menjadikannya raja terpopuler dizamannya. Tak heran jika ia dijuluki sebagai Raja dari semua makhluk.

Komentar